Ideologi Negara Brunei Darussalam : Melayu Islam Beraja (MIB)

Melayu Islam Beraja (MIB) merupakan ideologi yang dianut resmi oleh Kerajaan Brunei Darussalam yang secara resmi disahkan pada waktu proklamasi kemerdekaan Brunei Darussalam tanggal 1 Januari 1984. Hal itu dapat dilihat pada teks proklamasi kemerdekaan Brunei Darussalam yang dibacakan Sultan Haji Hassanal Bolkiah yaitu, “Negara Brunei Darussalam adalah dan dengan izin dan limpah kurnia Allah Subhanahuwa Taala akan untuk selama-lamanya kekal menjadi sebuah Melayu Islam Beraja yang merdeka, berdaulat dan demokratik, bersendikan kepada ajaran-ajaran Agama Islam menurut Ahlussunnah Waljamaah”.

Sebagai sebuah negara yang baru merdeka, tentunya Brunei Darussalam berupaya menyesuaikan diri dengan struktur ketatanegaraan modern seperti ideologi negara, UUD (Konstitusi) dan lain sebagainya. Dengan proklamasi kemerdekaan tersebut telah mengembalikan kedaulatan Brunei yang sebelumnya dipegang oleh Kerajaan Inggris melalui suatu perjanjian tahun 1888. Meskipun pencanangan MIB sebagai dasar negara sebagaimana “Pancasila” di Indonesia maupun “Rukun Negara” di Malaysia dilakukan pada saat proklamasi kemerdekaan, namun sebagaimana halnya Pancasila, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah berurat berakar dalam tradisi masyarakat Brunei sejak zaman dulu yaitu sejak berdirinya kerajaan Brunei dengan raja pertamanya yaitu Awang Alak Betatar atau Sultan Mohammad Syah.

Untuk memasyarakatkan ideologi MIB di kalangan rakyat Brunei, Sultan Haji Hassanal Bolkiah telah membentuk sebuah lembaga khusus seperti BP-7 di Indonesia yang bernama “Majelis Tertinggi Kebangsaan Melayu Islam Beraja (MTKMIB)” yang diketuai Pehin Dato Abdul Aziz Umar (mantan Menteri Pendidikan). Lembaga ini bertugas untuk mejabarkan pengertian MIB dalam kehidupan kebangsaan dan menyebarluaskannya kepada masyarakat. Disamping itu, penjabaran dan pemikiran MIB banyak dikeluarkan oleh Fakultas Kajian Brunei (Brunei Studies) di Universiti Brunei Darussalam (UBD).

Pengertian MIB mencakup tiga landasan pokok yaitu Melayu, Islam dan Beraja. Pengertian ketiga konsep dasar tersebut melalui uraian masing-masing yaitu:

Melayu

Istilah Melayu memiliki berbagai macam defenisi seperti dikemukakan oleh ilmuwan Van Ronekl yaitu,”... bangsa Melayu ialah orang yang bertutur bahasa Melayu dan mendiami Semenanjung Tanah Melayu, Kepulauan Riau Lingga serta beberapa daerah di Sumatera khususnya di Palembang.” Tetapi pengertian definisi Melayu tersebut berbeda dengan konsep Melayu berdasarkan Konsitusi Malaysia yang menyatakan bahwa bangsa Melayu adalah orang yang berbahasa Melayu, beragama Islam dan mengamalkan budaya Melayu.

Sementara itu, pengertian Melayu berdasarkan konsteks MIB adalah bangsa Melayu yang termaktub dalam Konstitusi Brunei Darussalam tahun 1959 yaitu 7 etnis yang tinggal di Brunei yaitu: Melayu Belait, Melayu Bisaya, Melayu Brunei, Melayu Dusun, Melayu Kedayan, Melayu Murut, dan Melayu Tutong.

Hal itulah yang membedakannya dengan etnis Melayu di Malaysia dan Indonesia. Warga suku Melayu Brunei Darussalam disebut dengan istilah rakyat Kebawah Duli sebagai konsekuensi logis atas diakuinya hak-hak etnis Melayu Brunei tersebut dalam ideologi negara. Sementara itu bagi warga etnis lain diluar etnis Melayu Brunei disebut dengan istilah penduduk Kebawah Duli seperti etnis Cina dan India yang telah disahkan sebagai warga negara Brunei.

Islam

Islam pada ideologi MIB mengandung pengertian bahwa Brunei Darussalam adalah kerajaan Islam dan bukanlah negara sekuler. Penerapan nilai-nilai ajaran Agama Islam dirujuk kepada Agama Islam golongan Ahlus Sunnah Waljamaah yaitu mengikut Mazhab Imam Syafei.

Kelompok Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah golongan agama Islam yang menjadikan Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai sumber utama dan mengakui kekhalifahan Rasulullah (Khulafaurasyidin) yaitu Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Golongan Ahlussunnah Wal Jamaah ini dipelopori oleh Imam Al Asyhari dari Irak dan golongan inilah yang membedakannya dengan golongan Mu’tazilah maupun Islam Syiah.

Sedangkan menurut Mufti Brunei, Pehin Abdul Aziz bin Juned bahwa Ahlussunnah Waljamaah adalah golongan yang mendukung atau menganut pendapat-pendapat atau kepercayaan yang datang dari Rasulullah SAW yang disebut juga dengan Sunnah Rasulullah. Sedangkan dalam tradisi Ahlus sunnah waljamaah mengakui adanya 4 mazhab utama yaitu: Imam Syafei, Iman Hanafi, Imam Maliki dan Imam Hambali.

Tidak dapat diragukan lagi bahwa sejarah Brunei diawali dengan pemerintahan Raja Awang Alak Betatar yang kemudian masuk Islam dan menukar namanya menjadi Sultan Mohammad Syah pada tahun 1365 M.

Dasar negara Islam ini dijabarkan dalam bentuk penerapan Syariat Islam dalam urusan agama disamping penerapan hukum sipil bagi hal-hal tertentu mengikuti hukum Inggris. Begitu pula dalam bidang ekonomi, pemerintah Brunei Darussalam gencar mendirikan bank Islam bahkan mengharapkan jadi pusat keuangan Islam di kawasan. Begitu pula atas dasar Islam ini pulalah arus keluar masuk barang dari luar dan ke dalam negeri diatur sedemikian rupa agar untuk menghalangi masuknya barang-barang yang diharamkan oleh ajaran Islam.

Sultan Brunei disamping sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan adalah juga bertindak sebagai pemimpin tertinggi Agama Islam dimana dalam menentukan keputusan atas sesuatu masalah dibantu oleh Mufti Kerajaan. Meskipun demikian bukan berati umat non-Muslim tidak mendapat tempat di Brunei karena dalam Al Quran sendiri diakui hak-hak warga non-Muslim. Ajaran Islam pula memerintahkan tunduk dan patuh kepada seorang Ulil Amri dalam konteks ini adalah sebagai seorang Sultan yang akan membawa bangsa dan rakyatnya menuju kemakmuran dan kesejahteraan. Rakyat Brunei diharapkan dapat mengamalkan ajaran Islam karena diyakini agama tersebut merupakan agama yang sempurna. Pengamalan ataupun perlakukan etnis Melayu dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta beraja tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Beraja

Unsur atau sila ketiga daripada dasar negara MIB adalah Beraja artinya Brunei merupakan negara kerajaan (monarki) yang dipimpin oleh seorang raja secara absolut. Dalam konteks kebudayaan Melayu, rakyat telah menyerahkan haknya secara bulat kepada raja untuk memerintah. Tentunya raja harus dapat menjalankan amanat tersebut yang tidak hanya diberikan oleh rakyatnya tetapi juga dari Allah SWT untuk membawa rakyat kepada kesejahteraan dan kemakuran. Sehingga muncullah pribahasa dalam perspektif adat yang mengatakan ”Raja tidak zalim, rakyat pantang menderhaka kepada raja” dan ”Raja wajib adil, rakyat wajib taat” dari perspektif agama.

Dalam konteks Beraja dalam MIB ini, Sultan memiliki 6 kedudukan:

1. Raja sebagai payung Allah di muka bumi

2. Raja sebagai pemimpin tertinggi Agama Islam

3. Raja sebagai kepala negara

4. Raja adalah kepala pemerintahan

5. Raja sebagai pemimpin tertinggi adat istiadat

6. Raja sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata

Dibandingkan dengan kerajaan atupun negara lain di dunia, kedudukan Sultan tersebut lebih kuat dan telah diwariskan secara lama secara turun-temurun.

Ketiga unsur atau sila dalam MIB tersebut adalah merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Belumlah dapat dikatakan nasionalisme seseorang rakyat Brunei dinilai baik kalau tidak mengakui salah satu daripadanya seperti hanya mengakui Melayu dan Islam tapi tidak mengakui Beraja.

Raja Brunei dalam sejarahnya telah berhasil menunaikan kewajibannya dengan baik yang menjadi hak rakyat. Oleh sebab itu, rakyat juga dituntut untuk menunaikan kewajibannya kepada raja yang menjadi hak seorang Raja yaitu taat dan setia serta mendukung kebijakannya yang sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.

Dalan sistem Beraja terdapat 3 unsur yaitu: raja, pemerintahan dan rakyat. Raja akan dihormati dan dicintai apabila pemerintahan dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan sendirinya rakyat kemudian akan menunjukkan kesetiaannya kepada raja. Pemerintah hendaknya dapat menjalankan roda administrasi dengan baik agar pembangunan berjalan dengan berhasil. Hal inilah yang sebenarnya dituntut oleh Agama Islam yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan Umat Islam sehingga dapat menunaikan kewajibannya baik fardhu ain maupun kifayah.

Berdasarkan pengalaman sejarah Melayu Brunei, Raja telah bertindak secara adil dan bijaksana sehingga tidak ada alasan bagi rakyat Brunei menolak kedaulatan raja. Raja telah memberikan tanggungjawabnya kepada rakyat dengan penuh amanah. Kepedulian raja terhadap keperluan umat Islam dibuktikan dengan pendirian berbagai perangkat hukum Islam dan lembaga keuangan Islam.

Berdasarkan penelitian, sistem monarki Brunei merupakan yang tertua di dunia sesudah kerajaan Denmark yang ditandai dengan kelestarian dinasti pewaris kerajaan. Sejak berdirinya Kerajaan Brunei tahun 1365 M, Kerajaan Brunei telah diperintah oleh 29 orang Sultan. Teknis pemerintahan yang terjadi sejak diproklamirkannya kemerdekaan Brunei Darussalam hanyalah pada pembentukan Dewan Kabinet dan adanya keinginan untuk mengembangkan demikrasi melalui lembaga eksektuitf (Legislative Council / LegCo).

Tidak ada komentar: